Jumat, 22 Februari 2013

Mengenal Rumpon



Mengenal Rumpon 

Dalam operasi penangkapan ikan, tentunya akan lebih mudah apabila nelayan tidak perlu repot-repot mencari daerah penangkapan ikan (fishing ground) sehingga menghemat waktu, energy dan biaya. Pada umumnya kapal-kapal perikanan akan berangkat dari pelabuhan pangakalan (fishing base) menuju daerah penangkapan ikan (fishing ground) untuk mencari gerombolan (schooling) ikan dengan menggunakan alat bantu seperti fish finder, radar, sonar dan alat akustik lainnya serta pengalaman dan petunjuk alam yang dimiliki oleh nelayan itu sendiri. 

Bicara pengalaman dan petunjuk alam, biasanya dalam sebuah kapal penangkap ikan ada seorang nelayan yang bergelar “fishing master” yang bertugas untuk menentukan dimana lokasi penangkapan ikan. Karena keahlian, pengalaman dan bakat yang dimilikinya, maka ia diberikan kepercayaan untuk menentukan keberadaan fishing ground tersebut. tugas seorang fishing master saat ini sudah terbantukan dengan adanya fish finder dan alat akustik lainnya dalam mencari fishing ground, namun pada kapal-kapal perikanan tradisional mereka masih menggunakan feeling mereka serta petunjuk alam. 

Nah, bicara kembali dalam operasi penangkapan ikan, tentunya akan lebih hemat energi dan waktu jika ada kita bisa membuat atau menentukan fishing ground sendiri, sehingga tidak perlu banyak upaya untuk mencari schooling ikan yaitu dengan menggunakan alat bantu pengumpul ikan berupa rumpon (Bahasa Filipina: payaw). Rumpon tidak termasuk alat penangkap ikan, namun tergolong dalam alat bantu pengumpul ikan (Fish Aggregating Device/FAD) yang berfungsi untuk menarik perhatian ikan, sehingga ikan akan berkumpul di daerah sekitar rumpon. Umumnya alat-alat tangkap yang memanfaatkan rumpon adalah pukat cincin (purse seine), lampara dasar, payang, dogol, pukat ikan dan pancing. 

Rumpon menarik perhatian ikan dengan cara memanfaatkan tingkah laku ikan itu sendiri karena ikan akan berkumpul didaerah sekitar rumpon untuk berlindung (shelter), mencari makan (feeding ground) dan mungkin saja mencari pasangannya (dating place), hehehe..just kidding. 

Berdasarkan posisi pemasangannya, rumpon diklasifikasikan menjadi dua, yaitu :
  1. Rumpon dasar (untuk mengumpulkan ikan-ikan demersal) dan 
  2. Rumpon permukaan/kolom perairan (untuk mengumpulkan ikan-ikan pelagis). 


Sedangkan berdasarkan kedalaman laut pemasangan rumpon tersebut, diklasifikasikan menjadi:
  1. Rumpon laut dangkal (<200m li="">
  2. Rumpon laut dalam (>200 M). 


Material rumpon bisa terbuat dari bahan-bahan alami yang bersifat organik dan disukai ikan, seperti pelepah kelapa dan ada juga yang terbuat dari bahan sintetis seperti jaring bekas atau pita plastik untuk rumpon-rumpon modern. Konstruksi rumpon itu sendiri cukup sederhana, terdiri dari: 
  1. Pelampung, yang berfungsi sebagai penanda, pada rumpon tradisional biasanya terbuat dari bambu yang dirangkai seperti rakit, rangkaian blong plastik, bahkan ada juga yang membuat seperti rumah-rumahan di atasnya. Sedangkan pada rumpon-rumpon modern pelampungnya menggunakan rangkaian drum bekas oli yang dilapisi fiberglass dan pelat besi yang dibuat seperti torpedo atau ponton. 
  2. Tali payaw, biasanya terbuat dari rantai, tali baja (wire rope), atau tali polyethylene(PE). 
  3. Atraktor, bisa terbuat dari bahan-bahan alami seperti daun kelapa ataupun bahan-bahan artificial seperti jaring bekas dan pita plastik yang berfungsi sebagai tempat berkumpulnya ikan. 
  4. Jangkar atau pemberat, berfungsi agar rumpon tenggelam di dalam air dan mencegah rumpon hanyut terbawa arus. Bahan untuk pemberat biasanya terbuat dari beton cor atau drum yang dicor semen. 

 Gambar konstruksi rumpon dapat dilihat pada gambar di bawah ini:
  Sumber gambar: BBPPI semarang 

 Bagaimana dengan perizinan pemasangan rumpon? 

Saat ini pemasangan rumpon-rumpon tradisional ataupun modern masih banyak yang belum memperoleh ijin dari pemerintah yang berwenang. Padahal aturan untuk pemasangan rumpon sudah jelas diatur dalam Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor KEP. 30/MEN/2004 tentang Pemasangan dan Pemanfaatan Rumpon. Dalam Kepmen tersebut, disebutkan pada pasal 3 bahwa “perorangan atau perusahaan berbadan hukum yang akan memasang rumpon wajib terlebih dahulu memperoleh izin”, izin tersebut diberikan oleh: 
  1. Bupati/Walikota atau pejabat yang bertanggung jawab di bidang perikanan, untuk pemasangan rumpon di wilayah perairan 2 mil laut sampai dengan 4 mil laut; 
  2. Gubernur atau pejabat yang bertanggung jawab di bidang perikanan, untuk pemasangan rumpon di wilayah perairan di atas 4 mil laut sampai dengan 12 mil laut; 
  3. Direktur Jenderal Perikanan Tangkap atau pejabat yang ditunjuk, untuk pemasangan rumpon di wilayah perairan di atas 12 mil laut dan ZEE Indonesia; 


Kenapa Perlu Izin Untuk Pemasangan Rumpon? 

Tentunya kita sebagai masyarakat awam akan bertanya-tanya, kenapa perlu ada ijin dalam pemasangan rumpon? Padahal kan pemerintah tidak akan tahu seandainya kita akan memasang rumpon. Nah, sebagai masyarakat perikanan yang arif dan bijak, kita harus mengetahui bahwa pemberian izin tersebut bertujuan untuk pengelolaan perikanan yang berkelanjutan. Pemberian izin rumpon tidak akan dberikan jika pemasangan rumpon tersebut menggangu alur pelayaran, jarak pemasangannya yang terlalu dekat antara rumpon yang satu dengan yang lainnya (Min. 10 Mil laut). 

Pemberian izin rumpon harus memperhatikan daya dukung sumber daya ikan dan lingkungannya. Tak jarang, pemasangan rumpon ini menimbulkan banyak konflik, seperti rumpon yang ditabrak oleh kapal-kapal niaga atau perikanan lainnya yang melintas di perairan tempat pemasangan rumpon. Untuk menghindari konflik-konflik tersebut serta demi menjaga kondisi sumber daya ikan agar lestari, sudahkan anda melaporkan rumpon anda? Karena apabila tidak ada izin pemasangan maka akan dikenakan sanksi pembongkaran rumpon dan sanksi administratif berupa pembekuan Izin Usaha Perikanan (IUP) dan pencabutan Surat izin Penangkapan Ikan (SIPI).